ETIKA BISNIS DALAM ISLAM
Pengertian Etika
1.
Pengertian
Etika
Etika adalah seperangkat aturan/undang-undang yang menentukan pada
perilaku benar dan salah.[1]
Oleh karena itu etika merupakan suatu studi moralitas. Kita dapat
mendefinisikan moralitas sebagai pedoman atau standar bagi individu atau
masyarakat tentang tindakan benar dan salah atau baik dan buruk.[2]
Dengan kata lain
bahwa moralitas merupakan standar atau pedoman bagi individu atau kelompok
dalam menjalankan aktivitasnya. Sehingga dengan demikian dapat diketahui
bagaimana perilaku salah dan benar atau baik dan buruk itu. Standar dan pedoman
itu dapat dipakai sebagai landasan untuk mengukur prilaku benar atau salah,
baik dan buruk atas perilaku orang atau kelompok orang di dalam intraksinya
dengan orang lain atau lingkungan dan masyarakat.
2.
Konsep
Etika
Dalam pemahman ini etika yang digunakan sebagai landasan pijakan
manusia dalam perilakunya dapat diklasifikasikan dengan beberapa penafsiran
sebagai berikut:
1.
Sebagai
refleksi secara kritis terhadap norma dan moralitas
2.
Sebagai
refleksi aplikasi atas norma dan moralitas
Refleksi secara
kritis terhadap norma dan moralitas lebih dikonotasikan sebagai upaya manusia
dalam penilaian etika perilaku yang bersifat filosofis sesuai dengan dinamika
perkembangan fenomena perubahan yang bersifat mendasar tentang kehidupan
pergaulan antar manusia dan terhadap lingkungannya.
Refleksi aplikasi
atas norma dan moralitas lebih ditunjukkan pada bagaimana mengeterapkan dan
mensosialisasikan ke dalam kehidupan dan pergaulan antar manusia dan lingkungan
yang bersifat dinamis dan cenderung mengalami perubahan.
3.
Teori
Etika
Teori etika merupakan suatu penilaian baik atau buruk, benar atau
salah ditentukan oleh manusia sendiri baik sebagai individu maupun sebagai
kelompok sosial atau ditentukan oleh suatu institusi negara atas suatu
aktivitas yang menjadi objek yang dinilai.
Adapun pihak-pihak yang menilai dan menentukan suatu aktivitas baik
atau buruk, benar atau salah ini adalah pihak-pihak berikut ini:
a.
Pelaku
aktivitas itu sendiri yang secara subyektif dan obyektif.
b.
Negara
via pemerintah dengan peraturan dan UU yang dikeluarkan.
c.
Masyarakat
umum diluar pelaku aktivitas dan powernya.
4.
Identifikasi
Etika
Etika dikelompokkan
menjadi 2, yaitu:
1.
Etika
umum
Etika landasan
perilaku yang dijadikan sebagai pedoman umum yang diberlakukan kepada semua unsur
di dalam masyarakat. Etika ini merupaka acuan yang dipakai oleh keseluruhan
aktivitas yang dilakukan oleh semua individu atau kelompok atau istitusi.
Misalnya menipu, mengambil hak orang lain merupakan perbuata yang tidak terpuji
(tidak etis). Menolong atau membantu orang lain adalah perbuatan terpuji (sesuai
dengan moral etika).
2.
Etika
khusus
Etika ini
khusus berlaku pada :
a.
Individu
saja yang disebut sebagai etika individu.
b.
Sosial
atau masyarakat.
Adapun landasan etika yaitu:
a.
Egoisme
yaitu landasan yang menilai tindakan etika baik ditinjau dari kepentingan dan
manfaat bagi diri sendiri. Terlepas dari kepentingan pihak-pihak lain.
b.
Unitarianisme
yaitu landasan etika yang memberikan alasan bahwa tindakan etika baik jika
ditinjau dari kepentingan atau manfaat bagi oramg lain.
c.
Relativisme
ethics yaitu adanya perbedaan kepentingan: persial, universal atau
global.
Etika
Bisnis
1.
Definisi Etika Bisnis
Etika bisnis adalah aplikasi etika
umum yang mengatur perilaku bisnis. Norma moralitas merupakan landasan yang
menjadi acuan bisnis dalam perilakunya. Dasar perilakunya tidak hanya
hukum-hukum ekonomi dan mekanisme pasar saja yang mendorong perilaku bisnis itu
tetapi nilai moral dan etika juga menjadi acuan penting yang harus dijadikan
landasan kebijakannya. Etika bisnis diaplikasikan disamping oleh pelaku bisnis
itu sendiri sebagai komitmen diri yang memang muncul tuntutan dari dalam bisnis
itu sendiri sebagai tuntutan profesionalisme pengelolaan bisnis.
2.
Konsepsi
Etika Bisnis
![]() |
|
|||||||||||
|
||||||||||||
|
||||||||||||
3.
Prinsip
Etika Bisnis
1.
Prinsip
Otonomi
Pelaku bisnis
yang menjalankan kegiatan bisnis dengan paradigma yang ada di masyarakat
tersedia berbagai pilihan penggunaan sumber daya tersedia atau sarana dan
prasarana yang akan dimanfaatkan dalam rangka mencapai tujuan yang ingin
dicapai pelaku bisnis.
2.
Kejujuran
Prinsip ini
merupakan modal utama bagi pelaku bisnis manakala diinginkan bisnisnya mendapat
kepercayaan dari partner dan masyarakat. Misalnya dalam hal perjanjian kontrak
kerja, penawaran barang atau jasa, hubungan kerja sama dengan stake holders,
jujur pada semua mitra kerja perlu dijaga dengan baik.
3.
Niat
baik dan tidak berniat jahat
Niatan pada
suatu tujuan terlihat pada cukup transparannya misi, visi dan tujuan yang ingin
dicapai oleh organisasi bisnis. Dari misi, visi dan tujuan yang dirumuskan akan
menjadi bahan ukur bagi masyarakat untuk menilai niatan yang dipaparkan di
dalamnya dilaksanakan atau tidak.
4.
Adil
Prinsip ini
merupakan prinsip yang cukup sentral bagi kegiatan bisnis. Hampir di segala
aspek kegiatan bisnis bermuara pada tuntutan untuk bersikap dan berperilaku
adil terhadap semua pihak yang terlibat. Sedikitpun perilaku dan sikap yang
dilakukan jangan mengandung ketidakadilan merupakan sumber kegagalan yang akan
dialami perusahaan atau pelaku bisnis.
5.
Hormat
pada diri sendiri
Prinsip hormat pada diri sendiri
adalah cerminan penghargaan yang positif terhadap diri sendiri. Sebuah upaya
dalam perilaku bagaimana penghargaan pada diri sendiri itu diperoleh.
Secara praktis etika bisnis
sebenarnya termanifestasikan kedalam semua aktivitas fungsional bisnis yang
terdiri atas kegiatan: produksi, pemasaran, menejemen SDM dan menejemen
keuangan dengan menggunakan norma dan morlitas (etika) untuk mencapai tujuan
tertentu agar semua pihak yang berkepentingan dapat memperoleh manfaat positif
dan tak satupun pihak yang dirugikan.
Adapun
pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi bisnis meliputi:
a.
Pemilik
b.
Para
menejer dan tenaga kerja
c.
Konsumen
d.
Masyarakat
e.
Lingkungan
fisik
Landasan
Normatif Etika Bisnis Islam
Landasan normatif etika bisnis islam
setidaknya mengandung empat elemen landasan di dalam sistem etika. Berikut ini
Landasan normatif etika bisnis islam:
1.
Landasan
Tauhid
Landasan tauhid merupakan landasan yang sangat filosofis yang
dijadikan sebagai fondasi utama setiap langkah seorang muslim yang beriman
dalam menjalankan fungsi kehidupannya.
Seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Al An’am ayat 126 dan
127 sebagai berikut:
وَهَذَا صِرَاطُ
رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا قَدْ فَصَّلْنَا اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ {126}*
لَهُمْ دَارُ السَّلاَمِ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَهُوَ وَلِيُّهُمْ بِمَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ {127}
Artinya:
Dan inilah jalan Tuhanmu: (jalan) yang lurus. Sesungguhnya kami
telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.
Bagi mereka (disediakan) darussalam (surga) pada sisi Tuhannya dan Dialah
pelindung mereka disebabkan amal-amal saleh yang selalu mereka kerjakan.
Sikap dan perilaku
atau perbuatan yang lurus yang dinyatakan dalam surat ini secara logis
mencerminkan sikap dan perbuatan yang benar, baik, sesuai dengan
perintah-perintah Allah dan sesuai dengan tolak ukur dan penilaian Allah,
(bersifat mutlak atau pasti kebenarannya).
Dalam konteks ini
sebagai landasan tauhid dan ilahiyah maka akan logis kiranya jika perilaku baik
yang mesti ditunjukkan manusia sebagai khalifah di bumi, harus mencerminkan
sifat dan perilaku Allah yang tercermin dalam asmaul husna.
Landasan tauhid
dan ilahiyah ini bertitik tolak pada keridhaan Allah. Tata cara yang dilakukan
sesuai dengan syariah-Nya. Kegiatan bisnis seperti pada aspek produksi,
konsumsi, perdagangan pertukaran dan distribusi diikatkan pada prinsip dan
tujuan Ilahiyah.
Hal ini dapat
dijabarkan pada landasan normatif sebagai berikut:
a.
Manusia
muslim berproduksi karena memenuhi perintah Allah. Seperti yang dijelaskan
dalam Al-Qur’an Al-Mulk 15:
ُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اْلأَرْضَ ذَلُولاً فَامْشُوا فِي
مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِّزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
Artinya:
Dialah
yang menjadikan bumi ini mudah bagi kami, maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah dari sebagian rizki-Nya. Dan hanya kepadaNya lah kamu kembali
setelah dibangkitkan.
b.
Manusia
mengkonsumsi dengan konteks niat beribadah melaksanakan perintah Allah. Seperti
yang dijelaskan dalam Al-Qur’an Al Baqarah 168:
يَاأَيُّهاَ النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي اْلأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا
وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya:
Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terapat di bumi., dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Ibnu Sina
mengemukakan bahwa untuk mencapai kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrowi manusia
mesti melakukan dua hal pokok, yaitu:
1)
Menyempurnakan
kemampuan teoritis naturalnya dengan cara meraih berbagai ilmu seperti:
matematika, astronomika, logika, meteorologika dan metafisika
2)
Menyempurnakan
kemampuan praktis naturalnya dengan cara meraih kebajikan-kebajikan dengan
mensucikan jiwanya dan mengetahui segala kehinaan serta menjauhkan diri dari
segala kehinaan dengan cara menghindarinya.
2.
Landasan
Keseimbangan (Keadilan)
Ajaran Islam
memang berorientasi pada terciptanya karakter manusia yang memiliki sikap dan
perilaku yang seimbang dan adil dalam konteks hubungan antara manusia dengan
diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungannya.
Ajaran Al-Qur’an pada hampir segala
perilaku yang dilakukan manusia termasuk dalamkegiatan bisnis ini merupakan
inti ajaran yang penting yang mendapat penekanan yang sangat penting.
Demikian juga dalam filsafat etika
bahwa keadilan ini merupakan asas etika. Hal ini seperti yang dijelaskan pada The
ethics of Aristoteles (Thomson) V Bab I hal 141 menyatakan Keadilan adalah
keutamaan yang sempurna dan tidak bersifat pribadi karena ia berkaitan dengan
banyak orang atau masyarakat.
Demikian
juga menurut aliran etika murni kadilan –sesuai dengan interprestasi Plato-
adalah sifat perbuatan tertinggi yang bersumber dari Tuhan. Pandangan ini
sesuai dengan penafsiran Aristoteles yang melihat keadilan sebagai sifat Tuhan
yang melampaui dirinya dalam hal ini mausia.[3]
Etika
bisnis dalam Islam menekankan pada keseimbangan dan keadilan adalah pengelolaan bisnis yang dilakukan oleh orang
Islam yang beriman dengan berpedoman pada Al-Qur’an, sunnah nabi, Ijma’ dan
Qiyas. Karena Al-Qur’an dan sunnah nabi mengutamakan pada keseimbangan dan
keadilan.
3.
Landasan
Kehendak Bebas
Islam sangat memberikan keleluasan terhadap manusia untuk
menggunakan segala potensi sumber daya yang dimiliki. Demikian juga kemerdekaan
manusia Islam sangat memberikan kelonggaran dalam kebebasan berkreasai,
melakukan transaksi dan melaksanakan bisnis atau investasi.
Dalam Al-Qur’an dalam memberikan kebebasan ini sekaligus memberikan
pedoman atau landasan dan koridor yang tujuannya antara lain untuk mencapai
tujuan memperoleh kesejahteraan bersama diantara manusia-manusia lain yang
berkeadilan dan berpradaban tinggi yang dilakukan dengan menjunjung tinggi
kejujuran, keserasian dalam kehidupan seperti halnya dinyatakan dalam
Al-Qur’an.
4.
Landasan
pertanggungjawaban
Segala
kebebasan dalam melakukan segala aktivitas bisnis oleh manusia maka manusia
tidak lepas dari pertanggung jawaban yang harus diberikan manusia atas
aktivitas yang dilakukan. Mengingat bahwa manusia dengan segala Wasilah Al
Hayat yang dikuasakan oleh Allah kepada manusia ini buakanlah kepemilikan yang
sesungguhnya secara hakiki, namun manusia dengan segala fasilitas dan sarana
kehidupan yang dimiliki secara amanah ini hanya sekedar amanah untuk mengelola
secara benar sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah nabi.
Kebebasan yang
dimiliki manusia dalam menggunakan potensi sumber daya mesti memiliki
batas-batas tertentu, dan tidak dipergunakan sebebas-bebasnya tanpa batas,
melainkan dibatasi oleh koridor hukum, norma dan etika yang tertuang dalam Al-Qur’an
dan sunnah nabi yang harus dipatuhi dan dijadikan refrensi atau acuan dan
landasan dalam menggunakan potensi sumber daya yang dikuasai.
Perilaku
Bisnis dan Investasi Terbaik Menurut Al-Qur’an
Bisnis yang menguntungkan menurut
Al-Qur’an setidaknya mengandung tiga elemen dasar sebagai berikut:
1)
Knowing
the best investment atau sangat
memehami investasi yang terbaik
2)
Making
the sound judgement atau membuat
keputusan yang sehat masuk akal
3)
Following
the right conduct atau mengikuti
perilaku yang benar
4)
Back
up by condisiveness institusional system (Di
dukung oleh lingkungan yang kondusif).
1.
Knowing
the best investment
Investasi atau bisnis yang
dilakukan motivasinya sangat didominasi oleh maksud dan tujuan antara lain:
a.
Bertujuan
mencari ridha Allah
Jika motivasi
ingin mendapat ridha Allah dalam melakukan investasi/bisnis maka dapat
dipastikan bahwa bisnis yang dilakukan merupakan investasi yang terbaik.
b.
Pleasure
of Allah
Yaitu ingin
diperoleh atau motivasi untuk memperoleh kesenangan atau kebahagiaan dan kesejahteraan
dari Allah. Hal ini dilakukan dengan harapan mendatangkan kesenangan,
kebahagiaan dan kesejahteraan lahiriah dan batiniah bagi umat manusia yang lain
maka diyakini kebenarannya sesuai dengan aqidah Islam bahwa bisnis atau
investasi yang dilakukan mendatangkan kesenangan dan kenikmatan hidup bagi para
pelaku bisnis dan manusia umumnya.
c.
Mercy
from Allah (Mencari Rahmat Allah)
Istilah rahmat diartikan
sebaga karunia atau berkah. Jika bisnis yang didirikan dengan investasi yang
dilakukan bermotivasi ingin memeperoleh berakh atau karunia dari Allah maka
secara filosofis dan instingtif pasti bisnis ini diyakini merupakan bisnis yang
terbaik.
d.
Reward
from Allah berniat mencari dan memperoleh pahala dari Allah
Bisnis yang
dilakukan diniati oleh pengambil keputusan dengan motivasi memperoleh pahala
baik di dunia maupun di akhirat. Prinsip beribadah dengan melakukan bisnis ini
pasti lekat dengan motivasi ini. Bisnis ini dengan demikian pasti ingin
mendapat ridha, berkah dan karunia dari Allah.
e.
Niat
berdimensi dunia dan akhirat
Bisnis yang
dilakukan di dunia berkonotasi dengan persiapan kehidupan di akhirat. Artinya
lahan untuk beramal dan beribadah di dunia ini dengan bisnis yang dilakukan
disadari sebagai lahan untuk bekal kehidupan di akhirat.
f.
Bermanfaat
bagi kemaslahatan umat manusia
Manusia dalam
pergaulan dengan sesama manusia sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk sosial
saling membutuhkan dan saling tolong menolong dan saling membantu dalam
kehidupan bersama.
g.
Dibutuhkan
bagi kehidupan manusia
Produk dan
aktivitas dan kiprah bisnis di masyarakat eksistensinya dibutuhkan oleh
masyarakat. Kehidupan masyarakat sangat bergantung pada keberadaan bisnis yang
beroperasi di masyarakat.
h.
Mendatangka
berkah dan rizki bagi semua pihak
Kehidupan
bisnis terhadap lingkungan masyarakat ada hubungan harmonis manakala antara
bisnis dan masyarakat ada perlimpahan berkah atau rizki di antara mereka ini.
Bisnis memebutuhkan sumber daya yang bisa dijual oleh masyarakat sebagai
pemilik sumber daya. Sebaliknya masyarakat membutuhkan bisnis karena sumber
daya yang dimiliki masyarakat dapat dijual kepada pelaku bisnis.
2.
Sound
judgement (Dipertimbangkan dengan benar atau matang)
Pelaku bisnis harus mempunyai perhitungan yang tidak bersifat
spekulatif tetapi proyeksi kuantitatif dan kualitatif yang teapat. Prediksinya
tidak melenceng jauh dari yang diperkirakan, baik yang bersifat tatangan yang
akan dihadapi maupun dalam prediksi peluang yang bakal teraih.
Metodologi
pertimbangan telah tersedia dengan kemajuan iptek. Pertimbangan yang mesti
dilakukan antara lain adalah:
a)
Dipertimbangkan
dengan matang dan hati-hati
b)
Diprediksi
secara akurat tidak spekulatif
c)
Dijalankan
secara benar, baik dan halal
d)
Tidak
menimbulkan mudarat
3.
Right
conduct (Perilaku benar dan baik)
Perilaku baik dan benar ini harus terukur manfaatnya bagi para
pelaku bisnis. Demikian juga mudaratnya harus juga terukur pada pihak-pihak
tertentu. Sehingga dari sekian stake holders yang terlibat atau
dilibatkan ini perilaku baik dan benardari perilaku bisnis ini seberapa besar
manfaat dan mudarat terkontribusikan kepada semua stake holders ini.
Perilaku
baik dan benar akan benar-benar baik dan benar manakala berimplikasi pada
sebagian besar stake holders secara positif. Begitu pula sebaliknya.
4.
Back
up by condisiveness institusional system (Di
dukung oleh lingkungan yang kondusif).
Lingkungan yang kondusif diperlukan dalam membudayakan investasi
yag benar-benar terbaik bagi para pelaku bisnis. Investasi yang telah dipilih
yang dinilai terbaik dan dilakukan dengan niat dan paradigma islami. Namun,
sedikit banyak akan terkendala atau tercemari oleh sistem lingkungan yang telah
berlaku dan telah lama, sistem yang mapan ini tercemari oleh sistem yang non
islami. Dan juga sistem kelembagaan yang belum kondusif untuk melakukan sistem
yang islami, maka perilaku bisnis yang islami masih diiringi dengan kondisi
yang campur aduk dengan sistem kelembagaan kehidupan islami bisnis yang belum
kondusif untuk menjalankan perilaku bisnis yang benar-benar islami.
Perilaku
bisnis yang dilarang menurut Al-Qur’an
Perilaku bisnis yang dilarang
ditandai dengan beberapa indikator penting yang harus diketahui oleh pelaku
bisnis muslim yang beriman, yaitu:
a.
The Worst Investment (Investasi
yang salah)
b.
Un Sound Judgement
c.
Evil
Conduct
1.
The Worst Investment (Investasi
yang salah)
Jika
bisnis dan investasi itu halal namun lantaran cara-cara untuk melakukan
kegiatan bisnisnya dengan cara berbohong mengelabui pihak-pihak yang terlibat
misalnya dengan tenaga kerja, pemasok dll. Maka hal itu termasuk dalam kategori
investasi dilakukan dengan etika buruk.
Melihat
bisnis yang dilakukan dengan cara-cara demikian itu maka hal ini dipastikan
mencerminkan bisnis yang dilakukan tidak adil dan tidak sepadan dan seimbang
dengan prestasi yang dihasilkan.
Manusia
terhadap pemilik sebenarnya dari sumber daya ini pasti harus mengikuti anjuran
yang diberikan kepada manusia melalui kitab suci Al-Qur’an. Jika bertentangan
dengan firman Allah di dalam Al-Qur’an maka perilaku bisnis yang dilakukan
terkategori sebagai perilaku bisnis yang dilarang Allah.
2.
Un
Sound Judgement
Investasi yang
dilakukan bernilai salah atau buruk manakala pertimbangannya memang salah atau
buruk secara normatif atau hukum dan nalar pertimbangan akal sehat. Jika yang
dilakukan bergerak pada bidang usaha yang jelas-jelas dilarang oleh islam maka
dengan pertimbangan yang dilakukan secara nalar pasti merugikan masyarakat
terutama kosumen.
3.
Evil
Conduct
Perilaku bisnis yang buruk antara lain ditandai dengan perilaku
pengelola bisnis yang menyimpang dari kewajaran terhadap sesama partner kerja
bisnis seperti:
a.
Sengaja
menghianati janji yang disepakati dengan partnership
b.
Berlaku
curang terhadap partner kerja
c.
Berbohong
pada stake holders
d.
Berlaku
monopoli yang merugikan pihak lain
e.
Membuat
kerusakan dan tidak mengganti atas kerusakan lingkungan
4.
Berbisnis
dengan cara isrof ( berbisnis di bidang maksiat atau berlebihan)
Amat jelas bentuk bisnis ini dilarang oleh Al-Qur’an. Misalnya
bisnis yang berusaha di bidang prostitusi, minuman keras, dan obat-obatan terlarang.
Meski bisnis semacam ini sangat
potensial mendatangkam keuntungan
finansial, namun terlalu jelas bahwa bisnis ini jika dilihat dari semua
aspek sangat merugikan bagi masyarakat luas. Bahkan menimbulkan kerusakan kesehatan
jasmaniah dan rohaniah umat.
DAFTAR PUSTAKA
Muslich.,
Drs. MM. Etika Bisnis Islam, Landasan Filosofis, Normatif dan Substansi
Implementatif, Ekonisia, FE UII Yogyakarta. 2004.
Ahmad
Mahmud Shubhi, Dr., Filsafat Etika, Tanggapan Kaum Rasionalis dan
Institusional Islam, PT Serambi Ilmu Semesta, Jakarta 2001.
Manuel
G. Valasquez, Business Ethics, Concepts and Cases, Prentice Hall
International, Inc, 1998.
William
C. Frederick; Keith Davis; James E. Post, Business and Society, Corporate
Strategy, Public Policy, Ethics, Mc Graw-Hill Publishing Company, 1998.

Comments
Post a Comment